Jumat, 06 Juli 2012

Tinggi Rendah Kehidupan

Semoga tulisan ini bisa menjadi bahan renungan bagi saya dan kalian,
Perjalanan hidup seseorang terkadang dapat diibaratkan seperti ilmu matematika dimana terdapat titik tertinggi dan titik terendah seperti dalam materi bahasan menentukan titik beku. Dalam sebuah perjalanan waktu manusia sering dihadapkan pada suatu keadaab dimana titik terendah dan titik tertinggi itu tidak bisa dihindari.
 Membahagiakan ketika titik tertinggi dapat tercapai dan sangat kecewa dan sedih ketika titik terendah itu datang , seolah dua hak yang seperti dua sisi mata uang itu selalu melewati masanya silih berganti. Pengalaman itupun juga saya rasakan saat ini, kemarin dan lampau suatu ketika saya merasa berada dititik tertinggi dan seketika terhempas jatuh ketitik terendah dalam hidup saya rumit memang menghadapainya, namun semua harus tetap saya jalani dengan penuh rasa sabar dan sedikit harap-harap cemas.
 Berkaca dengan pengalaman saya sewaktu duduk dibangku MI saya pernah merasa dalam titik terendah dimana mungkin mereka sahabat2 saya dalam kondisi keuangan yang siap dan matang juga limpahan kebendaan yang lebih dari cukup membuat saya merasa tidaklah pantas saya jika berdampingan dengan mereka namun saya salut dengan mereka yang menjadi sahabat saya mereka bisa saling mengisi satu sama lain meski tidak dipungkiri memang terdapat anggapan terhadap mereka yang merasa lebih dari saya dan kami , semua itu saya terima dengan ikhlas karena bagi saya menuntut ilmu sangatlah penting soal hasil akhir itu bukan wilayah kuasa saya.
 Saat itupun berganti dengan kesenangan dan buat saya merasa itulah titik tertinggi saya waktu itu. Saya masuk kesekolah smp negeri dan itu menjadi perwujudan dari kedua orang tua saya, sangat senang karena dengan begitu hati kedua orang tua saya sangat senang. Kehidupan kembali berputar banyaknya dan beragamnya siswa di smp membuat semangat sangat saya surut , dikala mereka dihujani dengan berbagai fasilitas yang lengkap sementara banyak keterbatasan yang saya miliki, sempat menarik diri dari pergaulan karena saya merasa tidak dapat mengikuti dan mengimbangi, namun disaat-saat titik terendah itu terus menghantui saya mereka muncul menjadi sahabat sejati yang tidak pandang bulu mereka berkecukupan namun sangat santun dan rendah hati. Meski saya hanya dari kalangan biasa mereka merangkul dan bahkan berteman baik dengan saya, saat itu saya merasa dalam titik tertinggi saya bisa memiliki sahabat-sahabat sebaik mereka, i love u so much.
Perpisahan memang tidak dapat dihindari kebersamaan di smp berakhir dengan kesedihan. Saya yang memilih untuk masuk sma yang bagu sementara sahabat2 terbaik saya melanjutkan ke sma yang bagus juga. Keinginan akan itu pun terbendung terbentur karena hasil tes masuk tidak memuaskan dan  mumpuni. Saya masih mempunyai harapan bahwa mungkin meski bukan harapan dan keinginan yang saya mau tetapi saya bisa survive ditempat yang saat itu saya tidak tahu dimana dan seperti apa perwujudannya.
Syukur dan alhamdulillah saya masuk sekolah sma negeri dengan meski tidak seperti keinginan saya dan saya bisa mengikuti dengan baik, namun perasaan akan tidak nyaman masih menghantui saya, mimpi akan masuk sma itu terus bergelayut dalam otak saya membuat rasa syukur saya terkadang terasa cacat dan luntur, namun Allah punya cara tersendiri untuk mengingatkan hambanya dengan mengirimkan sahabat terbaik yang pernah ada dalam hidup saya, mengantarkan saya kepada pemahaman dan pemikiran baru tentang rasa syukur, betapa tidak sahabat saya bercerita bahwa temannya sampai pingsan dan tidak mau makan hanya mengurung diri dikamar ketika tahu ia tidak bisa masuk sma kami. bahkan sampai saya juga melihat sendiri ketika pengumuman akan masuk sma banyak diantara mereka mereka yang menangis hebat ketika dinyatakan tidak masuk, semula saya hanya melihatnya sebagai suatu hal yang berlebihan. Dari sana saya mulai mencintai sma dengan hati saya berbaur dengan teman2 yang baik dan banyak pelajaran hidup yang saya peroleh dari sana saat itulah saya merasa titik tertinggi saya pada masa itu.
Berlanjut kemudian ada masa dimana saya hendak akan melanjutkan jenjang pendidikan tinggi , spmb adalah cara saya menempuhnya. Takdir berkata lain saya tidak lolos smpb, saat itu saya menyadari sebuah perasaan yang dulu pernah saya anggap suatu hal yang dilebih-lebihkan ternyata seperti ini, sakit. Saat itu saya merasa Allah menghukum saya akan kesombongan saya 3 tahun lalu kemudian dengan penuh penyesalan saya memohon ampun dan berjanji tidak akan pernah memungkiri terhadap nikmat yang Allah berikan kepada saya karena saya menyadari ketika kita terlalu berharap akan segala apapun dan tidak mengikhlaskannya jika Allah punya rencana lain yang lebih tepat untuk dirikita. Kebesaran dan kemaha kasih sayangnya Allah mengirimkan sahabat sma saya untuk ikut bersamanya mendaftar ke kampus saya sekarang. Dengan masih dibayang-bayangi kesedihan akan smpb sayapun ikut bersamanya dan dari situlah saya merasa titik tertinggi saya dimulai. Memiliki sahabat baru yang bengitu mencintai saya dan kami telah diuji dengan berbagai cara dan situasi namun alhamdulillah kami bisa bisa melewati ujian masuk perguruan tinggi negeri dan masa kuiah kami selami ini lebih dengan penuh warna. Rasa senang, sedih, suka, duka, bersitegang, ceria, tertawa kami lewati dengan penuh sukacita.
Semua itu saya rasakan sebagai berkah dan kabar bahagia, meski saya sendiri belum menapaki jalan yang saya sendiri tidak tahu seperti apa kedepannya, akan kemana langkah saya akan tertuju, apakah cita-cita saya selanjutnya akan tercapai? entahlah saat ini saya sedang berusaha melakukan apa yang menjadi alur hidup saya, belajar, menyehatkan diri dan fikiran saya. Ada sedikit ganjalan dalam hati yang masih tersimpan yaitu keinginan saya untuk mebahagiakan kedua orang tua saya dan membuat mereka bangga akan diri saya, namun sampai saat ini saya belum bisa merealisasikannya. Semoga dengan semua apa yg telah saya lakukan dan  perbuat Allah membukakan pintu rezeki dan pintu berkahnya kepada saya agar saya dapat menentukan masa depan saya dengan baik dan senantiasa dapat membuat kedua orang tua saya tersenyum dan bangga terhadap saya… ^-^

Stories in Sales

    Keampuhan Dongeng
Ingat cerita-cerita masa kanak-kanak? Anda masih ingat? Kebanyakan orang yang saya tanya menjawab “YA”.
    Waktu kita masih anak-anak, kita suka sekali diceritakan sebuah dongeng oleh orang tua, kakek-nenek atau orang lain. Dongeng dapat diceritakan kapan saja, di mana saja dan kepada siapa saja. Tetapi, waktu yang paling efektif adalah ketika menjelang tidur. Waktu menjelang tidur adalah waktu yang terbaik dan sangat ampuh bagi orang tua untuk menceritakan dongeng. Mengapa?
Waktu tidur adalah akhir dari kegiatan sehari-hari. Orang sudah tidak mempunyai tugas lagi untuk dikerjakan selain tidur. Waktu ini sangat ampuh karena kegiatan malam lebih sedikit dan hampir tidak ada. Tubuh dan pikiran sudah santai dan siap untuk istirahat.
    Pepatah kuno mengatakan, “Saat kamu sudah tua, kamu harus menjadi lebih bijaksana karena otakmu sudah semakin lemah untuk mengingat-ingat. ” Itulah mitos yang disebarkan di seluruh dunia. Inilah persepsi yang salah yang dijadikan tradisi turun temurun dan tidak ada orang yang menyangkalnya.
Kita diberi karunia lima panca indra oleh Tuhan, kita harus menggunakannya dengan baik untuk membantu orang lain. Penuaan terjadi tanpa terelakkan pada seluruh tubuh kita kecuali otak. Otak menjadi lebih tajam jika kita terus mengasahnya. Banyak orang mengasahnya lewat permainan, nyanyian dan penghafalan matematika.
    Buku ini menyajikan cerita yang sederhana namun dilengkapi dengan pengalaman lapangan penulis. Jika ada cerita yang sudah pernah Anda dengar sebelumnya, jangan takut, teruslah membaca sampai selesai, ciptakan versi yang lain dan ceritakan lagi dengan lingkup budaya Anda.
     Empat Pertanyaan Sederhana Dalam menjual, sebelum Anda melakukan tran-saksi, tanyalah pada diri Anda: “Siapakah pangsa pasarku?, Apa kebutuhan mereka?, Bagaimana mereka bisa merasakan?, kemudian “Langkah-langkah apa yang harus saya ambil?” Untuk mendapatkan jawabannya Anda perlu memulainya dengan empat pertanyaan seder-hana. Baik Anda sedang menciptakan kampanye langsung, membuat undangan baru, atau bahkan menelepon konsumen Anda yang paling baik, Anda harus memulainya dengan empat perta-nyaan sederhana ini:
1. Anda menjual kepada siapa? Anggap saja target Anda adalah Vice President (direktur pemasaran) Marketing. Apakah Anda benar-benar tahu orang ini? Apakah Anda benar-benar tahu dunia mereka, industrinya … Apakah Anda tahu apa yang mengubah hidup mereka akhir-akhir ini? Pencobaan dan pergumulan apa yang sedang dialami-nya? Apa yang penting bagi mereka? Masalah-masalah apa yang perlu mereka pecahkan . sekarang ini! Buatlah daftar tiga masalah yang mungkin mereka miliki, yang kamu harap mereka miliki, dan kemudian kamu akan tahu sesuatu tentang mereka . Jika daftar masalah tersebut adalah masalah yang dapat Anda pecahkan, bagus!
2. Apa yang Anda ingin mereka pikirkan? Buatlah orang-orang ini berpikir bahwa mereka baru saja menemukan suatu perusa-haan yang dapat membantu mereka memecahkan masalah yang sedang benar-benar mereka hadapi.
3. Apa yang Anda ingin mereka rasakan? Anda ingin mereka merasa antusias terhadap perusahaan Anda … Bahwa perusahaan Anda adalah pilihan yang aman, pilihan yang menarik dan mudah, yang mana target Anda mungkin akan berkata: “Aku bisa saja menyelamatkan pekerjaanku, bahkan mung-kin kenaikan pangkat jika aku menyelesaikan masalah ini.”
4. Langkah-langkah apa yang Anda ingin mereka ambil? Apakah Anda ingin mereka menelepon Anda dan mencari tahu lebih banyak bagaimana Anda telah membantu orang lain? Atau Anda ingin mereka merefe-rensikan Anda pada seseorang dalam orga-nisasi lain untuk memastikan sang atasan bahwa Anda punya potensi untuk meluang-kan waktu bersamanya. Lebih spesifik!
    Melakukan langkah-langkah ini bahkan sebelum Anda mulai mengembangkan latihan Anda, Anda akan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk langsung mencapai sasaran Anda.
Ingat, empat pertanyaan sederhana:
· Siapakah mereka?
· Apa yang Anda ingin mereka pikirkan?
· Apa yang Anda ingin mereka rasakan?
. Langkah-langkah apa yang Anda ingin mereka lakukan?
Kerja sedikit dan buat hasil yang banyak. Otak kita kecil tapi jika kita dapat melatih dan “menggunakannya” dengan benar kita dapat melakukan hal-hal yang luar biasa. Lihatlah Neil Amstrong yang mendarat di bulan.

[KISAH NYATA] Siti Bocah Yatim Tangguh: Jualan Bakso dengan Upah Rp. 2000,- Sehari

      SEKARANG BUKAN WAKTUNYA UNTUK AFIKAAA, PSSIIII, KPSSII, POLISI GANTENG ATAU DARSEM... SEKARANG WAKTUNYA UNTUK...
SITIIII...BOCAH PENJUAL BAKSO

...
      Saya sempat nonton acara “Orang-Orang Pinggiran” di Trans7. Dada saya sesak menyaksikannya, air mata saya meleleh tanpa bisa ditahan, tak mampu berkata-kata. Siti, seorang bocah yatim yang ditinggal mati ayahnya sejak usia 2 tahun. Kini Siti berumur 7 tahun. Sehari-hari sepulang sekolah Siti masih harus berkeliling kampung menjajakan bakso. Karena ia masih anak-anak, tentu belum bisa mendorong rombong bakso. Jadi bakso dan kuahnya dimasukkan dalam termos nasi yang sebenarnya terlalu besar untuk anak seusianya. Termos seukuran itu berisi kuah tentu sangat berat.

     Tangan kanan menenteng termos, tangan kiri menenteng ember plastik hitam berisi mangkok-mangkok, sendok kuah, dan peralatan lain. Dengan terseok-seok menenteng beban seberat itu, Siti harus berjalan keluar masuk kampung, terkadang jalanannya menanjak naik. Kalau ada pembeli, Siti akan meracik baksonya di mangkok yang diletakkan di lantai. Maklum ia tak punya meja. Terkadang jika ada anak yang membeli baksonya, Siti ingin bisa ikut mencicipi. Tapi ia terpaksa hanya menelan ludah, menahan keinginan itu. Setelah 4 jam berkeliling, ia mendapat upah 2000 perak saja! Kalau baksonya tak habis, upahnya hanya Rp. 1000,- saja. Lembaran seribuan lusuh berkali-kali digulung-gulungnya.




     Sampai di rumah, Siti tak mendapati siapapun. Ibunya jadi buruh mencangkul lumpur di sawah milik orang lain. Tak setiap hari ia mendapat upah uang tunai. Terkadang ia hanya dijanjikan jika kelak panenan berhasil ia akan mendapatkan bagi hasilnya. Setiap hari kaki Ibunda Siti berlumur lumpur sampai setinggi paha. Ia hanya bisa berharap kelak panenan benar-benar berhasil agar bisa mendapat bayaran.

    Hari itu Siti ingin bisa makan kangkung. Ia pergi ke rumah tetangganya, mengetuk pintu dan meminta ijin agar boleh mengambil kangkung. Meski sebenarnya Siti bisa saja langsung memetiknya, tapi ia selalu ingat pesan Ibunya untuk selalu minta ijin dulu pada pemiliknya. Setelah diijinkan, Siti langsung berkubang di empang untuk memetik kangkung, sebatas kebutuhannya bersama Ibunya. Petang hari Ibunya pulang. Siti menyerahkan 2000 perak yang didapatnya. Ia bangga bisa membantu Ibunya. Lalu Ibunya memasak kangkung hanya dengan garam. Berdua mereka makan di atas piring seng tua, sepiring nasi tak penuh sepiring, dimakan berdua hanya dengan kangkung dan garam. Bahkan ikan asin pun tak terbeli, kata Ibunda Siti.
     Bayangkan, anak sekecil itu, pulang sekolah menenteng beban berat keliling kampung, tiba di rumah tak ada makanan. Kondisi rumahnya pun hanya sepetak ruangan berdinding kayu lapuk, atapnya bocor sana-sini. Sama sekali tak layak disebut rumah. Dengan kondisi kelelahan, dia kesepian sendiri menunggu Ibunya pulang hingga petang hari.

     Sering Siti mengatakan dirinya kangen ayahnya. Ketika anak-anak lain di kampung mendapat kiriman uang dari ayah mereka yang bekerja di kota, Siti suka bertanya kapan ia dapat kiriman. Tapi kini Siti sudah paham bahwa ayahnya sudah wafat. Ia sering mengajak Ibunya ke makam ayahnya, berdoa disana. Makam ayahnya tak bernisan, tak ada uang pembeli nisan. Hanya sebatang kelapa penanda itu makam ayah Siti. Dengan rajin Siti menyapu sampah yang nyaris menutupi makam ayahnya. Disanalah Siti bersama Ibunya sering menangis sembari memanjatkan doa. Dalam doanya Siti selalu memohon agar dberi kesehatan supaya bisa tetap sekolah dan mengaji. Keinginan Siti sederhana saja : bisa beli sepatu dan tas untuk dipakai sekolah sebab miliknya sudah rusak.

   Semoga menyentuh hati nurani kita semua.

Rabu, 04 Juli 2012

Misteri di Jaman Seta Dwipa


 Pulau Jawa Kuno

Ini adalah nama pulau Jawa dizaman dulu kala, merupakan satu dari gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara yang disebut Nusantara, pada dulu kala dinamakan Sweta Dwipa. Seluruh gugusan kepulauan di Asia Selatan dan Tenggara dinamakan anak benua atau gugusan pulau-pulau Jawata.
 Tanah Jawa kita sebelum dihuni oleh orang, sebelumnya telah dihuni oleh golongan dewa-dewi dan makhluk halus lainnya. Salah satu putra Sang Hyang Jagad Girinata, yaitu Bathara Wisnu, turun ke arcapada lalu menikah dengan Pratiwi, dewi Bumi.

Adapun sebuah teori geologi kuno menyebutkan, sebuah proses terbentuknya daratan yang terjadi di Asia belahan selatan adalah akibat proses pergerakan anak benua India ke utara, yang bertabrakan dengan lempengan sebelah utara. Pergerakan lempeng bumi inilah yang kemudian melahirkan Gunung Himalaya. Konon, proses tersebut terjadi pada 20-36 juta tahun yang silam. Anak benua yang di selatan sebagian terendam air laut, sehingga yang muncul di permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang merupakan mata rantai gunung berapi. Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian adalah Nuswantoro (Nusantara), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang satu potongan bagiannya adalah pulau Jawa.Jawata artinya gurunya orang Jawa. Wong dari kata Wahong, dan Tiyang dari kata Ti Hyang, yang berarti keturunan atau berasal dari Dewata. Konon karena itulah pulau Bali sampai kini masih dikenal sebagai pulau Dewata, karena juga merupakan potongan dari benua Sweta Dwipa atau Jawata.

Dulunya anak benua India dan Sweta Dwipa atau Jawata itu satu daerah, maka tidak heran kalau ada budayanya yang hampir sama, atau mudah saling menerima pengaruh. Juga perkembagan agama di wilayah ini, khususnya Hindu dan Budha yang nyaris sama. Al kisah, dalam kunjungan resminya sebagai utusan raja, Empu Barang atau nama bangsawannya Haryo Lembusuro, seorang pandhito terkemuka tanah Jawa, berkunjung ke Jambu Dwipa (India). Sesampainya menginjakkan kaki di negeri Hindustan ini, oleh para Brahmana setempat, Empu Barang diminta untuk bersama-sama menyembah patung perwujudan Haricandana (Wisnu). Namun, dengan kehalusan sikap manusia Jawa, Empu Barang menyatakan bahwa sebagai pandhito Jawa, dia tidak bisa menyembah patung, tetapi para Brahmana India tetap mendesaknya, dengan alasan kalau Brahmana dinasti Haricandana menyembahnya karena Wisnu dipercaya sebagai Sang Pencipta Tribuwana. Dengan setengah memaksa, Empu Barang diminta duduk, namun sewaktu kaki Empu Barang menyentuh tanah, tiba-tiba bumi bergoyang (tidak disebutkan berapa kekuatan goyangannya dalam skala ritcher). Yang jelas, saking hebatnya goyangan tersebut, patung tersebut hingga retak-retak. Memang, menurut tata cara Jawa, penyembahan kepada Sang Penguasa Hidup itu bukan patung, tetapi lewat rasa sejati, sehingga hubungan kawula dengan Gusti menjadi serasi. Itulah Jumbuhing Kawula Dumateng Gusti.


Orang Jawa melakukan puja-puji penyembahan kepada Gustinya langsng dari batinya, maka itu dalam perkembangannya disebut aliran Kebatinan atau perkembangan selanjutnya dikenal dengan istilah Kejawen, karena bersumber dari Jawa. Bagi orang Jawa tentang cerita waktu bumi Jawa belum dihuni manusia, telah dihuni oleh golongan dewa-dewi dan makhluk halus lainnya. Dan salah satu putra Sang Hyang Jagad Girinata, yaitu Bathara Wisnu turun ke arcapada menikah dengan Pratiwi, dewi bumi.
Dalam pemahaman kejawen, hal itu disikapi dengan terjemahan, kalau Wisnu itu artinya urip/hidup, pemelihara kehidupan. Jadi jelasnya awal mula adanya kehidupan manusia di bumi, atas izin Sang Penguasa Jagad. Dewa perlambang sukma, manusia perlambang raga. Begitulah hidup manusia, raganya bisa rusak, namun sukmanya tetap hidup langgeng.
Kemolekan bumi Jawa laksana perawan rupawan yang amat jelita, sehingga Kerajaan Rum (Ngerum) yang dipimpin Prabu Galbah, lewat laporan pendeta Ngali Samsujen, begitu terpesona karenanya. Maka diutuslah dutanya yang pertama yang bernama Hadipati Alip. Hadipati Alip berangkat bersama 10.000 warga Ngerum menuju Nuswa Jawa. Mereka dalam waktu singkat meninggal terkena wabah penyakit. Tak tersisa seorang pun. Lalu dikirimlah ekspedisi kedua dibawah pemimpinan Hadipati Ehe. Malangnya, mereka juga mengalami nasib sama, tupes tapis tanpa tilas.
Masih diutus rombongan berikutnya, seperti Hadipati Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Semuanya mengalami nasib sama, tumpes kelor. Melihat semua itu, Prabu Galbah terkejut dan mengalami shock hebat. Akibatnya, sakit jantungnya kambuh. Dia kemudian jatuh sakit, dan dalam waktu tak lama mangkat. Pendeta Ngali Samsujen, merasa bersalah karena nasehatnya menimbulkan malapateka ini terjadi. Akhirnya beliau mati dalam rasa bersalah. Tinggal Mahapati Ngerum, karena rasa setianya, dia ingin melanjutkan missi luhur yang dicita-citakan rajanya. Dia akhirnya ingat pada sahabatnya yang sakti bersanama Jaka Sangkala alias Aji Saka, yang tinggal di Tanah Maldewa atau Sweta Dwipa.
Habisnya para migran dari Ngerum ke Tanah Jawa itu, menurut Jaka Sangkala adalah karena hati mereka yang kurang bersih. Mereka tidak meminta izin dahulu pada penjaga Nuswa Jawa. Padahal, karena sejak zaman dahulu, tanah ini sudah ada yang menghuni. Yang menghuni tanah Jawa adalah manusia yang bersifat suci, berwujud badan halus atau ajiman (aji artinya ratu, man atau wan artinya sakti). Selain penghuni yang baik, juga dihuni penghuni brekasakan, anak buah Bathara Kala. Makanya tak ada yang berani tinggal di bumi Jawa, sebelum mendapat izin Wisnu atau manikmaya atau Semar. Akhirnya, Mahapati Ngerum diantar Aji Saka menemui Wisnu dan isterinya Dewi Sri Kembang. Saat bertemu, dituturkan bahwa wadyabala warga Ngerum yang mati tidak bisa hidup lagi, dan sudah menjadi Peri Prahyangan, anak buah Batara Kala. Tapi ke-8 Hadipati yang gugur dalam tugas itu berhasil diselamatkan oleh Wisnu dan diserahi tugas menjaga 8 mata angin. Namun mereka tetap menghuni alam halus.
Atas izin Wisnu, Mahapati Negrum dan Aji Saka berangkat ke tanah Jawa untuk menghadap Semar di Gunung Tidar. Tidar dari kata Tida; hati di dada, maksudnya hidup. Supaya selamat, oleh Wisnu, Mahapati Ngerum dan Aji Saka diberi sifat kandel berupa rajah Kalacakra, agar terhindar dari wabah penyakit dan serangan anak buah Batara Kala.
Kisah di atas hanya merupakan gambaran, bahwa ada makna yang tersirat di dalamnya. Wisnu dan Aji Saka itu dwitunggal, bagaikan matahari dan sinarnya, madu dan manisnya, tak terpisahkan. Loro-loro ning atunggal. Maka itu, keraton Wisnu dan Aji Saka itu di Medang Kamulan, yang maksudnya dimula-mula kehidupan. Kalau dicermati, intinya adalah kawruh ngelmu sejati tentang kehidupan manusia di dunia, sejak masih gaib hingga terlahir di dunia, supaya hidup baik, sehingga kembalinya nanti menjadi gaib lagi, perjalanannya sempurna.
Singkat cerita, perjalanan ke tanah Jawa dipimpin oleh Aji Saka dengan jumlah warga yang lebih besar, 80 ribu atau 8 laksa, disebar di berbagai pelosok pulau. Sejak itulah, kehidupan di tanah Jawa Dwipa yang disebut masyarakat Kabuyutan telah ada sejak 10.000 SM, tetapi mulai agak ramai sejak 3.000 SM. Sesudah kedatangan pengaruh Hindu, muncul kerajaan pertama di Jawa yang lokasinya di Gunung Gede, Merak. Rajanya Prabu Dewowarman atau Dewo Eso, yang bergelar Sang Hyang Prabu Wismudewo. Raja ini memperkuat tahtanya dengan mengawini Puteri Begawan Jawa yang paling terkenal, yakni Begawan Lembu Suro atau Kesowosidi di Padepokan Garbo Pitu (penguasa 7 lapis alam gaib) yang terletak di Dieng atau Adi Hyang (jiwa yang sempurna), juga disebut Bumi Samboro (tanah yang menjulang tinggi). Puterinya bernama Padmowati atau Dewi Pertiwi.
Dari permenikahan campuran itu, lahirlah Raden Joko Pakukuhan, yang kelak di kemudian hari menggantikan tahta ayahnya di kerajaan Jawa Dwipa atau Keraton Purwosarito, dan bergelar Sang Prabu Sri Maha Panggung. Lalu keraton dipindah lokasinya ke Medang Kamulan. Penggantinya adalah putranya Prabu Palindriyo. Dari permenikahannya dengan puteri Patih Purnawarman, Dewi Sinto, lahir Raden Radite yang setelah bertahta dan bergelar Prabu Watuguung. Dia memerintah selama 28 tahun. Pemerintahannya mempunyai pengaruh kuat di Jawa Barat. Adalah kakaknya, Prabu Purnawarman yang membuat Prasasti Tugu, sebelah timur Tanjung Priuk dalam pembuatan saluran Kali Gomati, Prasasti Batu Tulis di Ciampea, Bogor.
Untuk menguasai Jawa Timur, Prabu Watugunung mengawini puteri Begawan Kondang, yaitu Dewi Soma dan Dewi Tumpak. Dia juga mengawini Ratu Negeri Taruma yang bernama Dewi Sitowoko. Dalam pemerintahannya terjadi perebutan tahta dengan Dewi Sri Yuwati, saudara lain ibu (Dewi Landep). Dewi Sri Yuwati dibantu adiknya lain ibu, Joko Sadono (putera Dewi Soma). Akhirnya Prabu Watugunung berhasil dikalahkan, dan Joko Sadono menggantikan tahtanya dengan gelar Prabu Wisnupati, permaisurinya Dewi Sri. Kakak Dewi Sri diangkat sebagai raja Taruma, bergelar Prabu Brahma Raja.



Dahulu ,anak benua di India disebut Jambu Dwipa, sedangkan seluruh kepulauan Nusantara disebut Sweta Dwipa. Karena Jambu Dwipa dan Sweta Dwipa berasal dari daerah yang sama, maka tidak heran kalau budayanya banyak yang menyerupai atau dalam perkembangan saling mempengaruhi. Dari perkembangan geografis, pada 20 hingga 36 juta tahun lalu, di Asia bagian selatan terjadi proses bergeraknya anak benua India ke utara, mengakibatkan tabrakan dengan lempengan yang diutara, akibatnya ada tanah yang mencuat keatas , yang kini dikenal sebagai gunung Himalaya.Pada saat itu dataran Cina masih terendam lautan.Anak benua yang diselatan dan tenggara ,yaitu Jawata, termasuk Sweta Dwipa dan Jawa Dwipa muncul sebagai pulau-pulau mata rantai gunung berapi.
Keturunan dewa
Dalam cerita kuno dikatakan bahwa orang Jawa itu anak keturunan atau berasal dari dewa. Dalam bahasa Jawa orang Jawa disebut Wong Jawa, dalam bahasa ngoko-sehari-hari, artinya : wong itu dari kata wahong Jawa, artinya orang Jawa itu adalah anak keturunannya dewa. Begitu pula Tiyang Jawa itu dari Ti Hyang Jawa artinya juga sama, yaitu anak keturunan dewa ,dalam bahasa krama inggil—halus. Jawata artinya adalah dewa, gurunya orang Jawa. Menurut pedalangan wayang kulit, keindahan pulau Jawa dikala itu telah menarik perhatian dewa dewi dari kahyangan, sehingga mereka turun ke marcapada, tanah Jawa dan membangun kerajaan-kerajaan pertama di Jawa Dwipa.Raja Kediri, Jayabaya adalah Dewa Wisnu yang turun dari kahyangannya.Jayabaya amat populer di Jawa dan Indonesia karena ramalannya yang akurat mengenai sejarah perjalanan negeri ini dan berisi nasihat-nasihat bijak bagi mereka yang memegang tampuk pimpinan negara, para priyayi/pejabat negara, tetapi juga untuk kawula biasa. Ajarannya mengenai perilaku yang baik benar sebenarnya juga mempunyai kebenaran universal.
Kerajaan Pertama
Jawa Dwipa, menurut salah satu sumber adalah kerajaan dewa pertama di pulau Jawa , letaknya di gunung Gede, Merak, dengan rajanya Dewo Eso atau Dewowarman yang bergelar Wisnudewo. Ini melambangkan dewa kahyangan, permaisurinya bernama Dewi Pratiwi, nama dari Dewi Bumi. Dia adalah putri dari seorang begawan Jawa yang terkenal yaitu Begawan Lembu Suro yang tinggi elmunya/pengetahuan spiritualnya ,. yang mampu hidup di tujuh dimensi alam (Garbo Pitu), tinggal di Dieng (letak geografis di Jawa Tengah).
Dieng dari Adhi Hyang artinya suksma yang sempurna.
Permenikahan Wisnudewo dengan Dewi Pratiwi melambangkan turunnya dewa yang berupa sukma untuk menetap dibumi. Keberadaannya di bumi aman dan bisa berkembang karena didukung oleh daya kekuatan bumi yang digambarkan sebagai Begawan Lembu Suro.
Betara Guru


Kecantikan Pulau Jawa bahkan menarik hati Rajanya para dewa yaitu Betara Guru untuk mendirikan kerajaan dibumi. Turunlah dia dari domainnya di Swargaloka dan memilih tempat tinggal di gunung Mahendra. ( Kini disebut Gunung Lawu terletak diperbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur antara Surakarta dan Madiun). Betara Guru punya nama lain Sang Hyang Jagat Nata , ratunya Jagat Raya – The king of the Universe dan Sang Hyang Girinata, ratunya gunung-gunung,—the King of Mountains. Di kerajaan Mahendra, Sorga yang agung — The great Heaven , Betara Guru memakai nama Ratu Mahadewa.
Karaton kerajaan Mahendra dibangun mirip seperti karatonnya yang di Kahyangan. Piranti-piranti sorga juga dibuat, antara lain:
v  Gamelan, seperangkat alat musik untuk hiburan para dewa dengan menikmati alunan suaranya yang merdu dan saat sedang menari/olah beksa. Menari/olah beksa itu bukanlah sekedar mengayunkan raga mengikuti ritme musik tetapi merupakan latihan untuk konsentrasi dan selanjutnya kontemplasi untuk mengenal jati diri dan menemui Sang Pencipta (seperti Yoga dalam arti yang sebenarnya) . Nama gamelan itu adalah Lokananta.
v  Patung-patung penjaga istana yaitu Cingkarabala dan Balaupata , yang diletakkan dikanan-kiri pintu gerbang istana. Artinya istana dijaga kuat sehingga aman.
v  Pusaka berupa keris , cakra, tombak, panah, dll dibuat oleh empu terkenal yaitu Empu Ramadhi .
Raja Dewa yang lain
Setelah para dewa bisa tenang tinggal dibumi Jawa , menikah dengan putri pribumi dan punya anak keturunan, Betara Guru kembali ke Kahyangan. Beberapa putranya ditunjuk untuk meneruskan memimpin kerajaan-kerajaan selain di Jawa juga di Sumatra dan Bali.
Di Sumatra
Sang Hyang Sambo bergelar Sri Maharaja Maldewa, di kerajaan Medang Prawa, di gunung Rajabasa .( Didekat Ceylon sekarang ada negeri Maldives).



Di Bali
Sang Hyang Bayu , bergelar Sri Maharaja Bimo, di Gunung Karang , kerajaannya Medang Gora. ( Pulau Bali juga terkenal sebagai Pulau Dewata)


Di Jawa
o   Sang Hyang Brahma bergelar Sri Maharaja Sunda, di gunung Mahera , Anyer, Jawa Barat. Kerajaannya Medang Gili.( Asal mulanya penduduk yang tinggal di Jawa bagian barat disebut orang Sunda).
o   Sang Hyang Wisnu bergelar Sri Maharaja Suman , di gunung Gora , Gunung Slamet , Jawa Tengah. Kerajaannya Medang Puro.
o   Sang Hyang Indra, bergelar Sri Maharaja Sakra, di gunung Mahameru, Semeru , Jawa Timur. Kerajaannya Medang Gana.
Karaton dipuncak gunung
Menarik untuk diperhatikan bahwa para dewa selalu membangun karaton dipuncak-puncak gunung. Ini menggambarkan dewa itu berasal dari langit, dari tempat yang tinggi. Tempat tinggi, diatas itu artinya bersih, jauh dari hal-hal kotor, sikap harus dijaga tetap suci, baik, benar, sopan, bagi dewa yang telah menjadi manusia dan tinggal dibumi.
Bumi Samboro
Ini artinya tanah yang menjulang kelangit. Dalam kebatinan Kejawen, contohnya adalah Gunung Dieng, Adhi Hyang, maksudnya supaya orang selama masih hidup didunia mencapai puncak pengetahuan spiritual, mendapatkan pencerahan jiwani, tinggi elmunya, suci lahir batin. Puncak itu adalah Adhi Hyang atau Bumi Samboro.
Dewo ngejowantah

Dewa yang menampakkan diri. Dewa yang berbadan cahaya bisa menampakkan diri dan dilihat oleh saudara-saudara kita yang telah tinggi tingkat kebatinannya, yang sudah bontos elmu sejatinya., artinya sudah melihat kasunyataan—kenyataan sejati.
Dipandang dari sudut spiritualitas, turunnya dewa ke bumi adalah gambaran dari merasuknya suksma, spirit, jiwa kedalam badan manusia dan lalu menjadi manusia. Oleh karena itu, manusia termasuk manusia Jawa adalah berasal dari suksma, spirit, dewa.




Selasa, 03 Juli 2012

Sejarah Pulau Jawa


Pulau Jawa
Pulau Jawa merupakan bagian dari gugusan kepulauan sunda besar dan paparan sunda, yang pada masa sebelum es mencair merupakan ujung tenggara benua Asia.  Sisa-sisa fosil Homo erectus,  yang populer dijuluki Si Manusia Jawa, ditemukan di sepanjang daerah tepian Sungai Bengawan Solo, dan peninggalan tersebut berasal dari masa 1,7 juta tahun yang lampau. Situs Sangiran adalah situs prasejarah yang penting di Jawa. Beberapa struktur mengalitik telah ditemukan di pulau Jawa, misalnya menhir, dolmen, meja batu, dan piramida berunduk yang lazim disebut Punden Berundak. Punden berundak dan menhir ditemukan di situs megalitik di Paguyangan, Cisolok, dan Gunung Padang, jawa barat. Situs megalitik Cipari yang juga ditemukan di Jawa Barat menunjukkan struktur monolit, teras batu, dan Sarkofagus , Punden berundak ini dianggap sebagai strukstur asli Nusantara dan merupakan rancangan dasar bangunan candi pada zaman kerajaan Hindu-Buddha Nusantara setelah penduduk lokal menerima pengaruh peradaban Hindu-Buddha dari India. Pada abad ke 4 SM hingga abad ke 1 atau ke 5 M Kebudayaan Buni yaitu kebudayaan tembikar tanah liat berkembang di pesisir utara Jawa Barat. Kebudayaan protosejarah ini merupakan pendahulu kerajaan Tarumanegara.

Pulau Jawa yang sangat subur dan bercurah hujan tinggi memungkinkan berkembangnya budidaya padi di lahan basah, sehingga mendorong terbentuknya tingkat kerjasama antar desa yang semakin kompleks. Dari aliansi-aliansi desa tersebut, berkembanglah kerajaan-kerajaan kecil. Jajaran pegunungan vulkanik dan dataran-dataran tinggi di sekitarnya yang membentang di sepanjang pulau Jawa menyebabkan daerah-daerah interior pulau ini beserta masyarakatnya secara relatif terpisahkan dari pengaruh luar. Di masa sebelum berkembangnya negara-negara Islam serta kedatangan kolonialisme Eropa, sungai-sungai yang ada merupakan utama perhubungan masyarakat, meskipun kebanyakan sungai di Jawa beraliran pendek. Hanya Sugai Brantas dan Bengawan Solo yang dapat menjadi sarana penghubung jarak jauh, sehingga pada lembah-lembah sungai tersebut terbentuklah pusat dari kerajaan-kerajaan yang besar. 
Diperkirakan suatu sistem perhubungan yang terdiri dari jaringan jalan, jembatan permanen, serta pos pungutan cukai telah terbentuk di pulau Jawa setidaknya pada pertengahan abad ke-17. Para penguasa lokal memiliki kekuasaan atas rute-rute tersebut, musim hujan yang lebat dapat pula mengganggu perjalanan, dan demikian pula penggunakan jalan-jalan sangat tergantung pada pemeliharaan yang terus-menerus. 
Sebuah teori geologi kuno menyebutkan, proses terbentuknya daratan yang terjadi di Asia belahan selatan adalah akibat proses pergerakan anak benua India ke utara, yang bertabrakan dengan lempengan sebelah utara. Pergerakan lempeng bumi inilah yang kemudian melahirkan Gunung Himalaya.
Konon, proses tersebut terjadi pada 20-36 juta tahun yang silam. Anak benua yang di selatan sebagian terendam air laut, sehingga yang muncul di permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang merupakan mata rantai gunung berapi.
Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian adalah Nuswantoro (Nusantara), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang satu potongan bagiannya adalah pulau Jawa.Jawata artinya gurunya orang Jawa. Wong dari kata Wahong, dan Tiyang dari kata Ti Hyang, yang berarti keturunan atau berasal dari Dewata. Konon karena itulah pulau Bali sampai kini masih dikenal sebagai pulau Dewata, karena juga merupakan potongan dari benua Sweta Dwipa atau Jawata.
Mengingat kalau dulunya anak benua India dan Sweta Dwipa atau Jawata itu satu daerah, maka tidak heran kalau ada budayanya yang hampir sama, atau mudah saling menerima pengaruh. Juga perkembagan agama di wilayah ini, khususnya Hindu dan Budha yang nyaris sama.
Sejarah tanah Jawa dapat ditemukan dalam Babad-babad yang menceritakan kelahiran kerajaan-kerajaan di Jawa. Namun demikian, sejarah tersebut penuh dengan mitos dan tampaknya kurang dapat diterima karena versinya yang amat beragam. Terlebih ada motif tertentu dari seroang raja memerinth seroang Mpu atau pujangga untuk menyusun silsilahnya sampai kepada nabi Adam yang dimaksudkan untuk semakin mentahbiskan dirinya sebagai wakil Tuhan di bumi. Penegasan silsilah itu dimaksudkan untuk semakin memperteguh kewibawaannya di mata khalayak rakyat. Cerita itu sulit diterima kebenarannya karena tidak diperkuat dengan bukti terjadinya peristiwa namun demikianlah adanya saat itu. 
Memang mengenai Jawa bisa ditemukan berbagai tulisan sebagai bukti, akan tetapi bukti yang didapat isinya samar-samar. Sehingga hanya memperkuat kejadian tertentu saja. Pada saat ini, sebagaimana yang banyak disebutkan dalam beberapa sumber, sejarah Jawa dimulai dari kedatangan Aji Saka tahun 78 atau 125 M. Kemudian, dalam buku Etika Jawa, Franz Magnis menyebutkan asal-usul penduduk Jawa berasal dari perpindahan penduduk dari Melayu yang berasal dari Cina Selatan yang dimulai sejak tahun 3.000 SM. Ia berpendapat demikian sesuai dengan apa yang dikatakan oleh J.H. Kerm dalam buku Linguistic Materials for the determination of the Century of Origin of the Malay People.