Pulau Jawa
Pulau Jawa merupakan bagian dari
gugusan kepulauan sunda besar dan paparan sunda,
yang pada masa sebelum es mencair merupakan ujung tenggara benua Asia. Sisa-sisa fosil Homo erectus,
yang populer dijuluki Si Manusia Jawa, ditemukan di sepanjang daerah
tepian Sungai Bengawan Solo, dan peninggalan tersebut
berasal dari masa 1,7 juta tahun yang lampau. Situs Sangiran adalah situs prasejarah yang penting di Jawa. Beberapa struktur mengalitik telah ditemukan di pulau Jawa, misalnya menhir, dolmen, meja
batu, dan piramida berunduk yang
lazim disebut Punden Berundak. Punden berundak dan menhir ditemukan di
situs megalitik di Paguyangan, Cisolok, dan Gunung Padang, jawa barat. Situs megalitik Cipari yang juga ditemukan di Jawa Barat menunjukkan struktur
monolit, teras batu, dan Sarkofagus , Punden berundak ini dianggap sebagai strukstur
asli Nusantara dan merupakan rancangan dasar bangunan candi pada zaman kerajaan
Hindu-Buddha Nusantara setelah penduduk lokal menerima pengaruh peradaban
Hindu-Buddha dari India. Pada abad ke 4 SM hingga abad ke 1 atau ke 5 M Kebudayaan Buni yaitu kebudayaan tembikar tanah liat berkembang di pesisir
utara Jawa Barat. Kebudayaan protosejarah ini merupakan pendahulu kerajaan Tarumanegara.
Pulau Jawa yang sangat subur dan
bercurah hujan tinggi memungkinkan berkembangnya budidaya padi di lahan basah,
sehingga mendorong terbentuknya tingkat kerjasama antar desa yang semakin
kompleks. Dari aliansi-aliansi desa tersebut, berkembanglah kerajaan-kerajaan
kecil. Jajaran pegunungan vulkanik dan dataran-dataran tinggi di sekitarnya
yang membentang di sepanjang pulau Jawa menyebabkan daerah-daerah interior
pulau ini beserta masyarakatnya secara relatif terpisahkan dari pengaruh luar.
Di masa sebelum berkembangnya negara-negara Islam serta kedatangan kolonialisme
Eropa, sungai-sungai yang ada merupakan utama perhubungan masyarakat, meskipun
kebanyakan sungai di Jawa beraliran pendek. Hanya Sugai Brantas dan Bengawan Solo yang dapat menjadi sarana penghubung jarak
jauh, sehingga pada lembah-lembah sungai tersebut terbentuklah pusat dari
kerajaan-kerajaan yang besar.
Diperkirakan suatu sistem
perhubungan yang terdiri dari jaringan jalan, jembatan permanen, serta pos
pungutan cukai telah terbentuk di pulau Jawa setidaknya pada pertengahan abad
ke-17. Para penguasa lokal memiliki kekuasaan atas rute-rute tersebut, musim
hujan yang lebat dapat pula mengganggu perjalanan, dan demikian pula
penggunakan jalan-jalan sangat tergantung pada pemeliharaan yang terus-menerus.
Sebuah teori geologi kuno
menyebutkan, proses terbentuknya daratan yang terjadi di Asia belahan selatan
adalah akibat proses pergerakan anak benua India ke utara, yang bertabrakan
dengan lempengan sebelah utara. Pergerakan lempeng bumi inilah yang kemudian
melahirkan Gunung Himalaya.
Konon, proses tersebut terjadi
pada 20-36 juta tahun yang silam. Anak benua yang di selatan sebagian terendam
air laut, sehingga yang muncul di permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang
merupakan mata rantai gunung berapi.
Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian adalah Nuswantoro (Nusantara), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang satu potongan bagiannya adalah pulau Jawa.Jawata artinya gurunya orang Jawa. Wong dari kata Wahong, dan Tiyang dari kata Ti Hyang, yang berarti keturunan atau berasal dari Dewata. Konon karena itulah pulau Bali sampai kini masih dikenal sebagai pulau Dewata, karena juga merupakan potongan dari benua Sweta Dwipa atau Jawata.
Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian adalah Nuswantoro (Nusantara), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang satu potongan bagiannya adalah pulau Jawa.Jawata artinya gurunya orang Jawa. Wong dari kata Wahong, dan Tiyang dari kata Ti Hyang, yang berarti keturunan atau berasal dari Dewata. Konon karena itulah pulau Bali sampai kini masih dikenal sebagai pulau Dewata, karena juga merupakan potongan dari benua Sweta Dwipa atau Jawata.
Mengingat kalau dulunya anak
benua India dan Sweta Dwipa atau Jawata itu satu daerah, maka tidak heran kalau
ada budayanya yang hampir sama, atau mudah saling menerima pengaruh. Juga
perkembagan agama di wilayah ini, khususnya Hindu dan Budha yang nyaris sama.
Sejarah tanah Jawa dapat ditemukan dalam Babad-babad yang menceritakan
kelahiran kerajaan-kerajaan di Jawa. Namun demikian, sejarah tersebut penuh
dengan mitos dan tampaknya kurang dapat diterima karena versinya yang amat
beragam. Terlebih ada motif tertentu dari seroang raja memerinth seroang Mpu
atau pujangga untuk menyusun silsilahnya sampai kepada nabi Adam yang
dimaksudkan untuk semakin mentahbiskan dirinya sebagai wakil Tuhan di bumi.
Penegasan silsilah itu dimaksudkan untuk semakin memperteguh kewibawaannya di
mata khalayak rakyat. Cerita itu sulit diterima kebenarannya karena tidak
diperkuat dengan bukti terjadinya peristiwa namun demikianlah adanya saat
itu.
Memang mengenai Jawa bisa ditemukan berbagai tulisan sebagai bukti, akan
tetapi bukti yang didapat isinya samar-samar. Sehingga hanya memperkuat
kejadian tertentu saja. Pada saat ini, sebagaimana yang banyak disebutkan dalam
beberapa sumber, sejarah Jawa dimulai dari kedatangan Aji Saka tahun 78 atau
125 M. Kemudian, dalam buku Etika Jawa, Franz Magnis menyebutkan asal-usul
penduduk Jawa berasal dari perpindahan penduduk dari Melayu yang berasal dari
Cina Selatan yang dimulai sejak tahun 3.000 SM. Ia berpendapat demikian sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh J.H. Kerm dalam buku Linguistic Materials
for the determination of the Century of Origin of the Malay People.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar